DALAM PENGAJARAN
Oleh:
A. Pendahuluan
Beberapa tahun terakhir, pemerintah melalui pemerintah daerah, mencanangkan program wajib belajar 9 tahun. Artinya setiap anak pada usia 7-15 tahun (usia wajar dikdas), wajib mengikuti pendidikan dasar itu, yakni 6 tahun di SD/MI dan 3 tahun di SLTP (SMP/MTs). Bahkan pada tahun 2009/2010, pemerintah berencana akan melanjutkan penyelenggaraan sekolah gratis untuk tingkat Sekolah Dasar (SD/MI) dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SMP/MTs) secara maksimal. Kecuali itu, pakaian seragam sekolah, pakaian olah raga, tas dan buku tulis harus dibayar atau dibeli oleh orang tua siswa/murid. Bahkan di beberapa kota, termasuk Indramayu, mewajibkan anak usia wajar dikdas untuk mengikuti pendidikan keagamaan di Madrasah Diniyah (MD) yang dilaksanakan pada sore hari, khususnya anak usia SD sebagai syarat tambahan memasuki SLTP (SMP/MTs). Umumnya kegiatan belajar dan mengajar di
Program wajar dikdas di sekolah umum dan
Kalangan orang tua yang mendukung dengan melimpahkan seluruh tanggung jawab kepada pihak sekolah/madrasah atau mendukung sebatas tidak ada konsekwensi bagi orang tua adalah mereka yang menitipkan anaknya di sekolah sepenuhnya. Mereka tidak mau tahu tentang anggaran belanja sekolah (ATK, honorarium guru, insentif, rekening air/listrik, dll. yang merupakan biaya rutin sekolah). Apa yang diajarkan, bagaimana anak belajar, mengapa anak tidak bisa, dan sebagainya pun mereka tidak mau tahu. Mereka hanya menyekolahkan anaknya dan berharap lulus.
Kalangan orang tua yang tidak mendukung adalah mereka yang malah melarang anaknya sekolah. Mereka tidak memberikan kesempatan anaknya belajar dan berlatih. Setiap harinya, anak disuruhnya bekerja membantu orang tua. Bahkan ada di antara orang tua yang meminta/menyuruh anaknya bekerja melebihi intensitas yang seharusnya dilakukan oleh ibu-bapaknya. Kalaupun ada anak yang bersekolah, itu pun dilakukan tanpa sepengetahuan mereka. Anak didholimi.
Lebih jauh, di antara beberapa kalangan, baik yang mendukung maupun yang tidak, ada yang memang tidak berlatar belakang pendidikan agama. Sehingga mereka jauh dari nilai-nilai agama. Celakanya, mereka tidak memberikan kesempatan kepada anaknya untuk lebih baik dalam pendidikannya.
$pkš‰r'¯»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä Ÿw (#qçRqèƒrB ©!$# tAqß™§�9$#ur (#þqçRqèƒrBur öNä3ÏG»oY»tBr& öNçFRr&ur tbqßJn=÷ès? ÇËÐÈ
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (
Dalam ayat lain Allah berfirman:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3‹Î=÷dr&ur #Y‘$tR .. ...
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS [66] At Tahrim : 6)
Bahkan sebagaimana disebutkan dalam Kitab
لاَإِيْمَانَ لِمَنْ لاَأَمَانَةَ لَهُ
Artinya : "Tidak sempurna iman seseorang yang tidak memegang amanah."
(Usman et.al., 1988: 199)
Berdasarkan fenomena yang terjadi di masyarakat, maka orang tua dipandang sangat perlu dan berkewajiban berperan serta berupaya dalam mengawasi, memperbaiki dan meningkatkan pendidikan anaknya. Peran serta orang tua dalam segala bentuk kebaikan dan keburukan akan berpengaruh banyak terhadap anaknya. Sementara peran dalam mengawasi, memperbaiki dan meningkatkan pendidikan dan mencegah tingakh laku buruk anaknya sangat mulia di sisi Allah SWT.
* Makalah disampaikan untuk persyaratan pendaftaran Program Pascasarjana pada STAIN
ke: artikel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar