Rabu, 27 Januari 2010

TAFSIR: MEKANISME PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN

Oleh : Nono Warsono

1. Pendahuluan
Islam adalah agama yang sangat toleran terhadap pendidikan dan pembelajaran. Bahkan Al Quran sebagai kitab sucinya, hampir seluruhnya berbicara dan berintikan pendidikan dan pembelajaran sejak dari Nabi Adam AS diciptakan sampai hari ini, bahkan mungkin samapai kiamat digelar.
Namun di sisi lain, penerapan pendidikan dan pembelajaran yang dilakukan oleh umat Islam sebagai pengautnya, masih tidak mengetahui atau mungkin mengetahunya, akan tetapi tidak memahaminya. Celakanya, jika mekanisme itu diabaikan sama sekali, tanpa mau tahu bagaimana Islam memandang dan berbicara. Padahal semua itu diatur dan diterangkan oleh Allah SWT dalam Al Quran. Bukan hanya seputar pendidikan dan pengajaran peribadatan kepada Allah, Tuhan pencipta alam semesta semata, namun lebih dari itu semuanya, baik yang berkaitan antara manusia dengan Allah, dengan lingkungan biotic maupun abiotik sekelilingnya, lingkungan social (antar sesama manusia), maupun dengan luar angkasa. Semuanya dijelaskan dengan jelas, meski sebagian dijelaskan dengan hadits-hadits Rasulillah SAW.
Andaikan semua kita, yang berkecimpung di bidang pendidikan, merujuk kepada Al Quran sebagai pegangan hidup dan kehidupan kita dengan sebenarnya dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan peserta didik kita, niscaya kita semua akan menemukan petunjuk yang lurus dari Allah SWT. Pelaksanaannya akan dibarengi dengan sikap roja', yakni berharap mardlatillah (ridlo dari Allah SWT). Penghasilan yang diperolehnya adalah sebuah konsekwensi logis yang timbul akibat pekerjaannya yang merupakan pemberian dari Allah yang mesti disyukurinya. Namun sebaliknya, jika al Quran dinafi'kan. Yang dirujuk adalah system pendidikan dan pengajaran barat yang ia pandang sebagai suatu system kurikulum mutakhir yang berlaku di Negara-negara maju, jelas ia akan kehilangan kendali keislamannya. Yang dikejar adalah keseimbangan pendapatan dan mutu pendidikan umum berbasis teknologi tanpa mengenal etika agama dan kebudayaannya.
Maka ada baiknya jika kita sejenak menelaah mekanisme pendidikan dan pembelajaran yang sesuai dengan petunjuk AlQuran. Hal ini dimaksudkan dan diharapkan agar pendidikan yang mengandung nilai-nilai Islam membumi di segenap lapisan pendidikan, terutama pendidikan Islam.

2. Perintah Mengajar/melakukan Pembelajaran
Manusia adalah makhluk social, tidak mungkin hidup menyendiri. Kehadirannya suka atau tidak suka pasti membutuhkan dan dibutuhkan oleh manusia yang lain. Ia tidak bisa selamat sendirian tanpa bantuan orang lain. Demikian halnya dalam pendidikan, secara umum, tidak ada yang mampu belajar dan mendidik dirinya sendiri tanpa keterlibatan orang lain, baik orang tua, kerabat, teman dekat, tetangga, kiyai, ustadz, guru, dll.
Maka amat wajar jika kemudian orang belajar/berguru kepada orang lain yang lebih pandai/alim, meskipun mereka berada di tempat lain yang jauh. Rasul pernah menyuruh agar sahabatnya belajar ke negeri yang jauh secara geografis, yakni Cina, dengan sabdanya:
اطلبوا العلم ولو بالصين
Hal itu dikandung maksud agar ilmu pengetahuan yang diperolehnya kelak diajarkan kembali kepada para sahabat yang lain. Dengan demikian ilmu tersebut akan dapat dirasakan oleh mereka. Karena pentingnya mengajarkan kembali itu, sampai-sampai jerih payahnya diseimbangkan dengan payahnya pergi ke medan perang dalam jihad fi sabilillah. Allah tegaskan dalam Al Quran [9:122] :

"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya."

Mengajar adalah tugas mulia karena menyebabkan manusia lepas dari belenggu kebodohan, arif dalam kebijakan, beretika dalam menghasilkan peradaban yang berkebudayaan tinggi. Tidak ada yang akan didlolimi dan berniat untuk mendlolimi orang lain. Yang berlaku adalah bertebarannya segala bentuk kebaikan dan tertahannya segala macam kemungkaran. Masing-masing menganjurkan dan menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran, terutama sekali jika semua itu dilakukan oleh sang guru. Dalam al Quran pada [3:104] dan [3:110] dijelaskan:
104. Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar ; merekalah orang-orang yang beruntung.
110. Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.

Para ulama sepakat bahwa orang yang beruntung dan umat terbaik dari umat-umat yang lain yang pernah ada di muka bumi ini adalah jika memenuhi persyaratan : (1) menyeru kepada kebajikan, (2) menyuruh kepada yang ma'ruf, (3) mencegah dari yang munkar, (4) beriman kepada Allah. Mereka pun sepakat bahwa amar ma'ruf nahi munkar itu wajib hukumnya berdasarkan kepada Al Quran [31] : 17 dan kebanyakan hadits, antara lain tertulis dalam kitab Fathul Barinya Ibnu Hajar, yakni " وكفروا من ترك الأمر بالمعروف والنهي عن المنكر", hadits Imam Muslim dalam al Minhaj Imam Nawawi, yakni :
"مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرا فَلْيُغَيّرْهُ بِيَدِهِ. فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ. فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ. وَذَلِكَ أَضْعَفُ الإِيمَانِ". , juga dalam Mustadrak Imam Hakim, yakni :
والذي نفسي بيده لا تقوم الساعة على رجل يقول لا إله إلا الله ويأمر بالمعروف وينهى عن المنكر هذا حديث صحيح على شرط مسلم.
Dasar hadits-hadits lainnya adalah seperti : (1) Hendaklah kamu beramar ma'ruf (menyuruh berbuat baik) dan bernahi mungkar (melarang berbuat jahat). Kalau tidak, maka Allah akan menguasakan atasmu orang-orang yang paling jahat di antara kamu, kemudian orang-orang yang baik-baik di antara kamu berdo'a dan tidak dikabulkan (do'a mereka). (HR. Abu Zar); (2) Wahai segenap manusia, menyerulah kepada yang ma'ruf dan cegahlah dari yang mungkar sebelum kamu berdo'a kepada Allah dan tidak dikabulkan serta sebelum kamu memohon ampunan dan tidak diampuni. Amar ma'ruf tidak mendekatkan ajal. Sesungguhnya para robi Yahudi dan rahib Nasrani ketika mereka meninggalkan amar ma'ruf dan nahi mungkar, dilaknat oleh Allah melalui ucapan nabi-nabi mereka. Mereka juga ditimpa bencana dan malapetaka. (HR. Ath-Thabrani); (3) Bukanlah dari golongan kami orang yang tidak mengasihi dan menyayangi yang lebih muda, tidak menghormati orang yang lebih tua, dan tidak beramar ma'ruf dan nahi mungkar. (HR. Tirmidzi); dan (4) Sesungguhnya Allah 'Azza wajalla tidak menyiksa (orang) awam karena perbuatan (dosa) orang-orang yang khusus sehingga mereka melihat mungkar di hadapan mereka dan mereka mampu mencegahnya, tetapi mereka tidak mencegahnya (menentangnya). Kalau mereka berbuat demikian maka Allah menyiksa yang khusus dan yang awam (seluruhnya). (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani.
Situasi paling efektif dan kondusif dalam melakukan amar ma'ruf nahi munkar adalah dalam proses pembelajaran, baik di lembaga formal, informal, maupun non formal. Meskipun demikian ucapan sang guru/pendidik terkadang lebih didengar disbanding yang lainnya, termasuk ucapan orang tuanya. Oleh karena itu pantaslah kalau Allah memuji dengan firmanNya:
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya Aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?" (AlQuran [41]: 33). "

Para guru diminta/disuruh untuk mengajarkan nilai-nilai yang menyebabkan para peserta didik memahami jalan agama Allah, yakni Islam, dengan cara yang baik (baik ucapan maupun pelajaran) dan dengan sebaik-baiknya.

"Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku, Aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan Aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". (AlQuran [12]: 108)"

3. Tujuan Pendidikan/pembelajaran
Tujuan pendidikan secara nasional disebutkan dengan jelas dalam pembukaan UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional RI. Namun secara Islami (dalam pendidikan Islam), di samping sesuai tujuan nasional di atas juga untuk menyampaikan ajaran dan nilai-nilai agama Islam. Innaa arsalnaaka syaahidan wamubassyiran wanadziiran. Litu-minuu billaahi warasuulih watu'azziruuhu watuwaqqiruuhu watusabbihuuhu bukratan waashiilan. (AlQuran [48]: 8-9).
Tujuan lainnya adalah agar peserta didik dididik bertaqwa kepada Allah, mengetahui bagaimana beribadah kepada Allah dengan baik. Allah berfirman: "Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang Telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa." (Al Quran [2]: 21). Begitu juga agar peserta didik tidak berubah menjadi manusia yang menyombongkan diri kepada Allah, yakni tidak mau tunduk merendahkan diri kepadaNya , melainkan menjadi manusia-manusia muslihun (suka berbuat kebaikan), sebagaimana Allah berfirman:
"Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat kebaikan". (alQuran [11] : 117)

Dan yang paling utama dan terutama adalah agar peserta didik menjadi orang yang beriman dengan segala bentuk pengamalannya dan suka beramal shaleh yang menyebabkan kita terhindar dari murka Allah di dunia ini.
"Dan Mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu." (Al Quran [10] : 98)

Dengan begitu Negara kita kelak akan dihuni oleh orang-orang yang berkebudayaan dan berperadaban tinggi di mata manusia (umat lain) dan Allah SWT berkat pendidikan dan pengajaran yang benar sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam.

4. Sikap Para Guru/Ustadz
Para pendidik baik guru di sekolah umum maupun ustadz di madrasah, dalam melaksanakan proses pembelajaran di lingkungan pendidikan, hendaknya berhati-hati dalam berperilaku / bersikap. Percayalah, jika dunia pendidikan dilakukan oleh orang-orang yang berperilaku baik, luhur akhlaknya, mengajar dengan cara yang baik, ucapannya santun, tindakannya sopan, mencontohkan kebaikan apa yang ia sampaikan, shaleh dalam peribadatan, niscaya semua itu akan ter-refleksi pada para peserta didiknya. Namun jika sebaliknya, para peserta didik akan melakukan hal yang sama dengan perspektif para pengajarnya. Oleh karenanya guru sebagai model / suri tauladan dalam keseharian, segala gerak geriknya, ucapannya akan banyak diikuti oleh para peserta didik, maka ibarat kendaraan yang dikemudikan oleh seorang supir, wajib berhati-hati . Guru tidak mengumbar ucapannya, menyuruh kebaikan sementara ia sendiri tidak melakukannya. Pantaslah kalau Allah menegurnya dengan firrmanNya:
Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab? Maka tidaklah kamu berpikir?" (AlQuran [2]: 44),

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (alQuran[61]: 2-3)

Sikap demikian hampir banyak dilupakan oleh para pendidik dewasa ini. Mereka hanya mampu menyuruh orang lain tapi tidak mampu menyuruh dirinya dalam melakukan kebaikan dan takwa kepada Allah. Cocoklah kiranya pepatah mengatakan : "semut di seberang laut jelas kelihatan, gajah di pelupuk mata tidak kelihatan".
Selanjutnya sebagai pendidik, para guru biasanya dihadapkan dengan tingkah laku para peserta didiknya yang beraneka ragam, ada yang menurut tapi ada pula yang nakal, sulit diatur. Kelakuannya membuat kebanyakan guru menjadi kesal. Tetapi tidak perlu ditanggapi perlakuan kekerasan dari sang guru, melainkan hendaknya disikapi dengan cara-cara yang baik yang terkadang membaikkan kejahatan peserta didik tersebut. Allah berfirman:

"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, Maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah Telah menjadi teman yang sangat setia. (Lihat al Quran [41]: 34)

Tidak perlu guru bersikap emosional, mudah tersinggung dan marah, karena sebagai agen pembelajaran, guru bertugas merangkul mereka dari keadaan tidak tahu diarahkan menjadi tahu, dari keadaan tidak sopan santun kearah sopan santun, pendek kata dari yang semula tidak baik kearah yang lebih baik. Semua itu dilakukan dengan cara yang rendah diri dan bukan merendahkan dirinya. Andaikan kelemahlembutan sikap para pendidik dapat dilakukan, ini menandakan mereka beroleh rahmat yang dijanjikan Allah kepada mereka. Oleh karena itu Allah mengingatkan kita, para pendidik dengan firmanNya:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu . Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya." (alQuran [3]: 159).

"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.
Jika mereka mendurhakaimu Maka Katakanlah: "Sesungguhnya Aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan"; (alQuran [26] : 215-216)

5. Semangat Mengajar dan Mendidik
Nampaknya motivasi mengajar dan mendidik dalam dunia Islam lebih baik, ketika diasumsikan bahwa apa saja pendidikan yang dilakukan yang didasari keikhlasan karena Allah SWT semua bernilai ibadah. Rasulullah SAW menegaskan : "idzaa maata ibnu aadam inqatha'a 'amaluh illaa min tsalaats …aw 'ilmin yuntafa'u bih" (jika manusia meninggal dunia semua amalnya terpustus kecuali tiga hal, yaitu … atau ilmu yang bermanfaat). Gaji/honor yang diterima menjadi tambahan motivasi dan keberkahan tersendiri. Ingat, mendidik anak manusia berarti menyelamatkannya, berarti pula kita berjihad di jalan Allah dalam menyelamatkan banyak manusia. Allah menyejukkan hati para pendidik dengan firmanNya:
"Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun berat, dan berjihadlah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah. yang demikian itu adalah lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. " (Lihat alQuran [9]: 41)


"10. Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?
11. (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan RasulNya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
12. Niscaya Allah akan mengampuni dosa-dosamu dan memasukkanmu ke dalam jannah yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; dan (memasukkan kamu) ke tempat tinggal yang baik di dalam jannah 'Adn. Itulah keberuntungan yang besar. (Lihat alQuran [61]: 10-12)


Nampak dengan jelas bahwa para pendidikan yang melakukan proses pembelajaran dan pendidikan hakekatnya sedang melakukan perniagaan dengan Allah. Tenaga, lisan dan pikiran adalah berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwa yang merupakan dagangan yang transaksikan kepada Allah. Dengan harapan Dia membelinya dengan memberi ridlo dan memberinya laba/keuntungan dengan pahala yang terbesar (surga).

6. Bahasa Pengantar Pembelajaran
Ada beberapa sekolah yang dengan gengsinya, ia menerapkan penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar pembelajaran, misalnya salah satu sekolah swasta di Cirebon yang menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar. Di satu sisi ada baiknya agar para siswa terbiasa menggunakan bahasa itu dengan mudah jika menempuh pendidikan di negeri kincir angina itu. Akan tetapi di sisi lain menjadi kick back, jika ternyata kurikulum sekolah itu justru menjadi terbelakang. Siswa mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran yang menjadi target kurikulumnya. Rasulullah SAW saja dalam menyampaikan dakwah agamanya tidak menggunakan bahasa asing yang berakibat sulit dipahaminya ajaran agama tersebut, melainkan dengan menggunakan bahasa Arab karena rasulullah memang orang Arab.
"Dan Jikalau kami jadikan Al Quran itu suatu bacaan dalam bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: "Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?" apakah (patut Al Quran) dalam bahasa asing sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: "Al Quran itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang mukmin. dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Quran itu suatu kegelapan bagi mereka . Mereka itu adalah (seperti) yang dipanggil dari tempat yang jauh". ( Lihat Al Quran [41]: 44)


Tidak hanya Nabi Muhammad SAW yang mengajarkan risalah ajaran agamanya dalam bahasanya sendiri, rasul-rasul sebelumnya pun penggunakan pengajaran dengan bahasa kaumnya sendiri. Hal ini, sebagaimana disebutkan diatas, agar wahyu Allah mudah diterima dan dipahami oleh mereka.
"Kami tidak mengutus seorang rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya , supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana". (AlQuran [14]: 4)


7. Teguran Allah terhadap Pendidikan yang salah
Amat berat memang mengajar dan mendidik anak manusia yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Dan memang perbedaan latar belakang itu merupakan seni heterogen para peserta didik yang harus dimulyakan dan di layani dengan sebaik-baiknya. Tidak boleh kita, para pendidik, meninggalkan dan membiarkan mereka karena mereka berlaku tidak baik. Justru kita hendaknya mengajak dan melakukan komunikasi dengan mereka untuk dicari titik temu dalam mengatasi masalah yang mungkin dihadapi, baik oleh guru maupun oleh siswa itu sendiri.
"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, Maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)." (AlQuran [80]: 15).

Kesabaran musti dipupuk dalam diri pribadi sang guru. Tidaklah pantas seorang guru mencampakkan rasa sabar dan menyandang keangkuhan dalam pendidikan. Ia mengabaikan siswa-siswi dari kalangan tidak mampu yang tidak sanggup membeli buku paket atau LKS yang jumlahnya cukup besar, untuk mementingkan mereka yang berkecukupan dari sisi financial.
Seharusnya para guru memperlakukan hal yang sama dalam pelayanan kepada mereka, baik itu mereka mampu ataupun tidak. Pelaksanaannya yang harus disesuaikan dengan keadaan mereka. Teguran Allah terhadap mereka, para guru, yang mengabaikan hal ini hendaknya membukakan mata hatinya untuk memperbaiki sikap dan pola pikirnya yang salah, sehingga kedepan terjadi keselaran / harmoni. Tidak terjadi apa yang disebut kesenjangan pendidikan. Untuk itu Allah menegur mereka sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran [18]: 28) sebagai berikut :
"Dan Bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya Telah kami lalaikan dari mengingati kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas."


8. Hasil Pendidikan
Akhirnya apapun hasil yang diperoleh selama proses pembelajaran dan pendidikan akan menjadi tolok ukur yang harus dievaluasi untuk perbaikan di masa yang akan datang. Jika hasil yang diraih tidak maksimal, maka hendaknya dicari permasalahannya dan direkonstruksi (reka ulang) model dan metode yang dipakai dalam proses kegiatannya. Selain itu dilakukan refleksi diri serta dilakukan perbaikan dan peningkatan pengetahuan tentang pedagogic, didaktik, dan metodiknya. Jika hasilnya sudah sesuai yang diharapkan, kita tidak harus berbangga diri tanpa control dan usaha perbaikan karena dirasa sudah puas. Sebaliknya berhasil baik atau tidak, tetap dilakukan ikhtiyar (usaha kearah yang lebih baik). Selanjutnya kita bertawakkal kepada Allah atas segala usahanya itu dengan harapan dan doa semoga semuanya dinilai ibadah dan mendapat balasan yang terbaik dari Allah.

Faidzaa faraghta fanshab wa ilaa rabbika farghab
==

PANDANGAN INTELEKTUAL MUSLIM

PANDANGAN INTELEKTUAL MUSLIM
IBNU RUSYD
TENTANG ILMU PENGETAHUAN


Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Sejarah Intelektual Pendidikan Islam


Dosen Pengampu : Prof. Dr. H. Abdurrahman Mas'ud, Ph.D
DR. Saefudin Zuhri, MA


Oleh :
Nono Warsono
NIM. : 505 910 026



PROGRAM PASCA SARJANA STAIN CIREBON
KONSENTRASI PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
2010
====================================================

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Dunia Islam merasakan kebanggaan tersendiri, ketika lahir para pemikir yang cerdas dalam mencari format kemaslahatan hidup dan menyelamatkan umat manusia dari ketersesatan memahami ajaran Tuhan. Salah seorang diantaranya adalah Ibnu Rusyd. Beliau adalah seorang yang piawai dalam berbagai format intelektualitasnya. Tersebut dalam beberapa literature bahwa Ibn Rusyd ahli dalam bidang fiqih, politik, filsafat, dan juga kedokteran , disamping bidang-bidang yang lain meskipun tidak populer. Kepiawaiannya dalam berbagai bidang ilmu itu ditunjukkan dengan banyaknya karya ilmiah yang beliau tulis. Ibnul Abbar, sebagaimana diungkapkan oleh H. Zaenal Abidin Ahmad (1975), mendapati empat buah buku karya Ibnu Rusyd, yaitu Kulliyat (Kedokteran), Bidayat al Mujtahid (Fiqih), Mukhtashar Mustasyfa fil Ushul (Fiqih), dan Kitab ad Dharury fin Nahwi (Sastra). Sementara Ibnu Abi Ushaybi'ah menyebutkan tidak kurang dari 50 buah. Berbeda dengan apa yang didapati oleh kedua sejarahwan itu, Ernest Renan mendapatkan karangan-karangan Ibnu Rusyd sebanyak 78 buah buku di perpustakaan Escurial di Madrid, Spanyol. Yang menarik dari jumlah itu, terdapat buku-buku dalam ilmu falsafah, teologi, astronomi, sastra, dan berbagai ilmu, di samping nama-nama yang telah disebutkan di atas. Ini menandakan bahwa Ibnu Rusyd adalah sosok yang mumpuni dalam berbagai bidang disiplin ilmu .
Membicarakan Ibnu Rusyd sebagai seorang filosof bukanlah sesuatu yang asing, baik oleh umat Islam atau non Islam terutama di dunia Barat, karena ia terkenal dengan pemikiran filsafatnya, sehingga muncul suatu ungkapan “Aristoteles dikembalikan tanpa basa basi ke Barat yang merupakan dunianya bersama Averroes muridnya yang besar” . Averroes adalah nama Ibnu Rusyd yang lebih dikenal di Barat sehingga ilmu dan pemikirannya lebih dahulu dimanfaatkan oleh orang-orang di dunia Barat tersebut.
Namun kenyataan itu belum begitu banyak dikenal oleh kebanyakan umat Islam sendiri pada masa sekarang, kecuali oleh kaum terpelajar tingkat tinggi yang secara kebetulan mempelajari dan menelusuri jejak para ilmuwan, terutama ilmuwan muslim. Masyarakat muslim awam nampaknya hanya sibuk dengan ubudiyah rutin dengan meninabobokan akal tanpa optimalisasi daya nalarnya. Sehingga aktivitas ibadah itu dikhawatirkan menjadi semu dan tak bermakna karena kurangnya ilmu terhadap yang diibadahi. Patut dipahami bahwa bukankan akan berbahaya jika seseorang menjalankan syari'at agama atau kegiatan mu'amalah dengan orang lain tanpa mengetahui ilmunya.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang disebut di atas, maka perlu kiranya dirumuskan permasalahan yang muncul tersebut, terutama tentang perlunya sosialisasi pribadi Ibnu Rusyd dan pemikirannya kepada kaum muslimin dewasa ini, sehingga mereka dapat ikut merasakan manfaat dari buah pikirnya intelektual muslim Ibnu Rusyd. Maka dalam pembahasan bab bewrikutnya akan menjadi inti dari rumusan berikut ini:
1. Bagaimana riwayat hidup Ibnu Rusyd secara singkat sehingga kita mengenal pribadinya dengan lebih baik?
2. Bagaimana pandangannya tentang ilmu dan pengetahuan baik secara filsafat maupun metode ilmiah?
3. Bagaimana sikapnya dalam membela ilmu dan filsafat dari kritik yang dikemukakan oleh ilmuwan lain?

C. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan informasi yang jelas dan gambaran bagaimana pandangan Ibnu Rusyd, sebagai intelektual muslim yang masyhur pada abad pertengahan, tentang ilmu pengetahuan. Di samping itu penulisan ini pun dimaksudkan sebagai wahana sosialisasi tokoh intelektual muslim dan pemikirannya kepada umat Islam secara umum agar supaya buah nalarannya dapat dimanfaatkan dan diteladani.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat berguna bagi rekan-rekan mahasiswa, umat Islam, dan siapa pun yang ingin mempelajari lebih jauh tentang Ibnu Rusyd, khususnya bagi penulis dalam meningkatkan pemahaman literature para tokoh intelektual kelas dunia, khususnya intelektual muslim, karena memang para ilmuwan kebanyakan terinspirasi dari pemikiran dan teori para intelektual muslim, meskipun ilmuwan Barat juga ikut mewarnai khazanah ilmu pengatahuan.


D. Metodologi
Dalam penulisan makalah ini, penulis melakukan kajian literature/pustaka dengan menerapkan metode induktif, yaitu dengan menarik pengetahuan dari fakta empiris analisis data literature yang harus mampu ditarik dalam dunia ide. Langkah yang pertama diambil dalam menganalisa tokoh ibnu Rusyd adalah mencari tahu riwayat hidupnya yang disarikan dari berbagai rujukan. Selanjutnya tentang keahlian dan sepak terjangnya dalam membela dan mempertahankan eksistensinya di bidang keahliannya itu. Kemudian menganalisa pendapat-pendapat orang lain tentang kekuatan dan kelemahan sosok Ibnu Rusyd. Dan langkah yang terakhir adalah membuat kesimpulan atas hasil kajian.





BAB II
PEMBAHASAN



1. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd
Diantara para filosof Islam, Ibnu Rusyd adalah salah seorang yang paling dikenal dunia Barat dan Timur. Nama lengkapnya Abu al-Walid Muhammad ibnu Ahmad Ibnu Muhammad ibnu Ahmad ibnu Ahmad ibnu rusyd, lahir di Cordova, Andalus pada tahun 520 H/ 1126 M, sekitar 15 tahun setelah wafatnya abu Hamid al-Ghazali. Ia ditulis sebagai satu-satunya filsuf Islam yang tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang semuanya menjadi fuqaha’ dan hakim. Ayahnya dan kakeknya menjadi hakim-hakim agung di Andalusia. Ibnu Rusyd sendiri menjabat hakim di Sevilla dan Cordova pada saat terjadi hubungan politik yang penting antara Andalusia dengan Marakasy, pada masa Khalifah al-Manshur. Hal itu mencerminkan kecerdasan otak dan ghirah kepada ilmu pengetahuan dalam keluarga ini sudah tumbuh sejak lama yang kemudian semakin sempurna pada diri ibnu Rusyd. Karena itu, dengan modal dan kondisi ini ia dapat mewarisi sepenunya intelektualitas keluarganya dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang ada pada masanya.
Latar belakang keagamaan inilah yang memberinya kesempatan untuk meraih kedudukan yang tinggi dalam studi-studi keislaman. Al Quran beserta penafsirannya, hadits Nabi, ilmu fiqih, bahasa dan sastra Arab dipelajarinya secara lisan dari seorang ahli ('alim). Dia merevisi buku madzhab Malikiyah, Al Muwatta, yang dipelajarinya bersama ayahnya dan dihapalnya. Dia juga mempelajari matematika, fisika, astronomi, ilmu logika, filsafat, dan ilmu pengobatan. Guru-gurunya dalam ilmu-ilmu tersebut memang tidak terkenal, tapi secara keseluruhan Cordova terkenal sebagai pusat studi-studi filsafat dan ilmu, sedangkan Seville terkenal karena aktivitas seninya. Oleh karena itu Ibnu Rusyd mengungkapkan dalam sebuah dialog bersama ahli fisika, Ibnu Zuhri, bahwa jika seorang terpelajar meninggal di Seville, maka buku-bukunya akan dikirim ke Cordova untuk di jual di sana; dan jika seseorang penyanyi meninggal di Cordova, maka alat-alat musiknya akan dikirim ke Seville . Ini menandakan bahwa kota asal kelahiran Ibnu Rusyd adalah sebuah ilmu pengetahuan yang mampu mempengaruhi kebudayaan dan peradaban Eropa.
Tidak hanya seorang ilmuan terpandang, ia juga ikut ke medan perang melawan Alphonse, raja Argon. Khalifah begitu menghormati Ibnu Rusyd melebihi penghormatannya pada para pejabat daulah al-Muwahhidun dan ulama-ulama yang ada masa itu. Walau pun demikian Ibnu Rusyd tetap menjadi orang yang rendah hati, ia menampilkan diri secara arif selayaknya seorang guru dalam memberi petunjuk dan pengajaran pada umat. Hubungan dekat dengan Khalifah segera berakhir, setelah Khalifah menyingkirkannya dari bahagian kekuasaan di Cordova dan buku-buku karyanya pernah diperintahkan Khalifah untuk dimusnahkan kecuali yang berkaitan dengan ilmu-ilmu murni saja. Ibnu Rusyd mengalami hidup pengasingan di Yasyanah. Tindakan Khalifah ini menurut Nurcholish Madjid, hanya berdasarkan perhitungan politis, dimana suasana tidak kondusif dimanfaatkan oleh para ulama konservatif dengan kebencian dan kecemburuan yang terpendam terhadap kedudukan Ibnu Rusyd yang tinggi.
Pengalaman pahit dan tragis yang dialami Ibnu Rusyd adalah seperti pengalaman hidup yang dialami para pemikir kreatif dan inovatif terdahulu. Namun kecintaannya kepada ilmu pengetahuan, membaca, menulis dan bermuzakarah tidak pernah surut. Kecintaan pada ilmu pengetahuan membentuk kepribadiannya sebagai seorang inklusif, toleran dan suka memberi maaf. Sifat kepribadian ini menurut al-Aqqad menyebabkan ia (saat menjadi hakim) selalu sulit dalam menjatuhkan eksekusi, dan jika eksekusi harus dilakukan ia serahkan kepada para wakilnya.
Di dunia Barat ia disebut dengan Averrois, menurut Sirajuddin Zar, sebutan ini sebenarnya lebih pantas untuk kakeknya. Karena sebutan ini adalah akibat terjadinya metamorfose Yahudi-Spanyol-Latin. Kata Arab Ibnu oleh orang Yahudi diucapkan seperti kata Ibrani Aben, sedangkan dalam standar Latin Rusyd menjadi Rochd. Dengan demikian, nama Ibnu Rusyd menjadi Aben Rochd, maka melalui asimilasi huruf-huruf konsonan dan penambahan sisipan sehingga akhirnya menjadi Averroes . Ini berasal dari bahasa Latin yang dibaca mengikuti lidah Spanyol . Ia lebih terkenal dengan sebutan itu di Barat karena buah pemikirannya lebih dihargai dibanding dengan di Timur pada abad pertengahan. Dia adalah pendiri pikiran merdeka sehingga memiliki pengaruh yang sangat tinggi di Eropa.
Dari Averroes ini muncul sebuah kelompok pengikut Ibnu Rusyd dalam bidang filsafat yang menamakan diri Averroisme. Dalam bidang ini, Ibnu Rusyd memang membuktikan diri sangat ahli dan terhormat, penjelasan-penjelasannya tentang filsafat dan komentarnya terhadap filsafat Aristoteles dinilai yang paling tepat dan tidak ada tandingannya. Sebab itu ada yang menamakannya sebagai guru kedua (bukan al-Farabi), setelah guru pertama Sang Filsuf atau Aristoteles.
Itu tidak berarti Ibnu Rusyd tidak memiliki pemikiran filsafat sendiri, dalam penjelasan al-Ahwani, pandangan-pandangan pribadi Ibnu Rusyd yang mencerminkan pandangan dan pahamnya sendiri terdapat dalam rumusan kesimpulan setelah memberikan uraian dan komentas terhadap filsafat Aristoteles. Ulasan dan Kesimpulan-kesimpulan tersebut terkadang lebih panjang dari terjemahannya terhadap pemikiran Aristoteles sendiri. Sementara pandangan-pandangan filosofisnya sendiri termaktub dalam dalam tiga buku penting, yaitu Fashl, Kasyf, Tahafut dan al Ittishal .
Hidup terkucil demikian tidaklah lama (1 tahun) dialami Ibnu Rusyd, karena Khalifah segera mencabut hukumannya dan posisinya direhabilitasi kembali. Tidak lama menikmati semua itu, Ibnu Rusyd wafat pada 1198 M/ 595 H di Marakesh dan usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun menurut perhitungan Hijrah.
2. Pandangan Tentang Ilmu Pengetahuan
.Ibnu Rusyd adalah sosok yang terkenal sebagai pengulas karya-karya Aristoteles, yang lebih setia kepada "Sang Guru Pertama" dibandingkan Alexander dari Aphrodisias dan Themistius. Hasil ulasannya mampu mempengaruhi filsafat Barat pada abad pertengahan di Eropa. Andaikan Ibnu Rusdy tidak berkeinginan untuk membuat ulasan-ulasan tersebut, sebagaimana diminta dan diperintahkan oleh Abu Ya'qub setelah Ibnu Tufail yang diperintah berudzur tidak mampu menerima tugas itu, maka niscaya sangat sedikit orang yang mampu memahami filsafat dan pemikiran Aristoteles yang tertuang dalam buku-bukunya. Hal ini diungkapkan oleh Ibnu Tufail, ketika mendengar Abu Ya'qub sebagai seorang amir mengeluh tentang kesulitan terhadap ungkapan Aristoteles dan para penerjemahnya, dengan berkata : "Jika seseorang mau menyunting buku-buku ini, merangkum dan menjelaskan maksud-maksudnya secara terinci setelah benar-benar memahaminya, maka akan lebih mudah bagi banyak orang untuk memahami buku-buku tersebut" .
Ia mau menuliskan ulasan-ulasan atas buku-buku karya Aristoteles itu sebagai bentuk pengabdian bukan hanya kepada seorang amir, Abu Ya'qub, tetapi juga bagi kemuliaan ilmu dan pengetahuan. Ia bangga jika karyanya (hasil ulasan berikut pandangan sedniri) menjadi manfaat bagi orang lain sebagai sumbangan yang tak terhingga nilainya bagi dunia. Untuk itu ia dikenal dengan julukan "Juru Ulas" dan dengan julukan itulah maka nama Ibnu Rusyd atau Averroes dikenal oleh masyarakat Eropa abad pertengahan.
Ibnu Rusyd berpandangan bahwa orang tidak hanya secara dogmatis mengikuti doktrin-doktrin agama, jika harus terbungkam dan tidak berpengetahuan tentang mengapa beragama dan bagaimana doktrin itu dipahami. Sehingga terbuka jalan bagi orang untuk menggali ilmu dan pengetahuan untuk itu. Oleh karenanya, ketika ia dipermasalhkan dalam menguak ilmu pengetahuan dan filsafatnya, justru ia membuka risalahnya dengan mengajukan pertanyaan tentang apakah filsafat itu sah, dilarang, dianjurkan atau diharuskan dalam Syari'ah (hokum Islam). Jawabannya, sejak dini, adalah bahwa filsafat itu diwajibkan atau setidaknya dianjurkan dalam agama. Betapa tidak, sebab fungsi filsafat hanyalah membuat spekulasi atas yang maujud dan memikirkannya selama membawa kepada pengetahuan akan Sang Pencipta .
Jalan menuju pengetahuan merupakan salah satu masalah besar yang dibahas oleh filsafat muslim, dikarenakan oleh keterkaitannya dengan kemaujudan-kemaujudan yang lebih tinggi, yaitu "akal perantara" (agent intellect) yang dengan akal tersebut manusia berhubungan. Cara hewan mendapatkan pengetahuan yaitu lewat perasaan dan imajinasi yang selanjutnya disebut instinct, sedangkan cara manusia mendapatkan pengetahuan yaitu, selain lewat dua cara tersebut juga dengan akal (penalaran).
Dalam hal eksistensinya, pengetahuan manusia tidak boleh dikacaukan dengan pengetahuan Tuhan, sebab "manusia mencerap individu lewat indera dan mencerap hal-hal yang maujud lewat akal. Persepsi manusia bisa berubah dikarenakan hal-hal yang dicerapnya, dan kemajemukan persepsi mengisyaratkan kemajemukan objeknya. Mustahil bila pengetahuan Tuhan sama dengan pengetahuan kita, sebab pengetahuan kita merupakan akibat dari segala yang maujud, sedangkan pengetahuan Tuhan merupakan sebab dari adanya segala sesuatu itu . Akal memiliki tiga kerja dasar, yaitu: mengabstraksi, mengkombinasikan, dan menilai. Hal itulah yang harus dioptimalkan oleh manusia, karena memang akal adalah karunia yang terbesar yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh makhluk lain.
Filsafat merupakan bagian dari optimalisasi akal manusia meskipun cara mengoptimalisasikannya berbeda dengan yang dilakukan oleh pemikir ilmu lain. Namun begitu filsafat tidak memanjakan akalnya dengan tidak bekerja optimal dalam mencari kebenaran. Sementara ilmu bekerja dengan filsafat secara ilmiah. Ibnu Rusyd melakukan penyatuan kemaujudan yang bersifat universal terikat pada hal-hal tertentu yang terdiri atas materi dan bentuk. Namun penyatuan ini tidak sama dengan istilah kaum sufi karena akal tidak suci dan tidak mencerahi jiwa. Penyatuan dimaksud merupakan suatu kerja rasional yang harus dijelaskan dengan menggunakan dasar-dasar epistemology, dan didasarkan pada pemerolehan bentuk-bentuk yang bersifat universal yang dilakukan oleh akal yang mungkin.

3. Kritik Terhadap Kritik Al Ghazali
Para filosof dikritik habis-habisan oleh Al Ghazali dalam pemikirannya seputar ilmu, dimana para filosof muslim memberikan penilaian yang tepat kepada ilmu tanpa mengurangi nilai agama. Hanya saja penafsiran mereka terhadap agama dengan menggunakan pengetahuan ilmiah dan filosofis mereka sendiri. Al Ghazali tidak puas dengan ajaran-ajaran para filosof itu. Ia menyerang mereka dengan argument-argumennya yang tertuang dalam Tahafut al Falasifa (Ketidaklogisan Para Filosof). Ia menuduh mereka (para folosof) sebagai kaum yang bid'ah dan kafir.
Ibnu Rusyd menanggapi tuduhan Al Ghazali itu satu demi satu. Ia mengemukakan argument-argument balikan atas argument-argumen yang dikemukakan Al Ghazali itu dalam bukunya Tahafut al Tahafut (Ketidaklogisan atas ketidaklogisan) . Ibnu Rusyd, dalam kapasitanya sebagai filosof yang bertujuan kepada kebenaran, menyatukan ketiga hal yang berbeda, yaitu antara agama, ilmu dan filsafat. Lewat penafsiran Al Quran secara rasional, ia mewarnai keselarasan antara agama dan filsafat. Is menyingkapkan jalan menuju agama sebagaimana dinyatakan di dalam Al Quran.
Ketika penggunaan ilmu ditentang oleh Al Ghazali, ibnu Rusyd justru yang mnembelanya dan membela Eropa pada abad pertengahan itu. Ia mengikuti jalan yang dutunjukkan olehnya untuk mencapainya. Inilah semangat sejati paham Ibnu Rusyd Latin yang membangkitkan ilmu Eriopa. Ilmu merupakan suatu wujud pengetahuan yang sistematis dan terumuskan, yang bertumpu pada pengamatan dan pengklasikasian fakta-fakta. Tapi jalan menuju ilmu lebih mendasar dari pada kebenaran-kebenaran ilmiah yang terperoleh, sebab melalui metode-metode ilmiahlah kita dapat mencapai realitas-realitas ilmiah serta maju terus menerus dalam studi kita.
Ibnu Rusyd merasa dirinya berhak menjaga ilmu dan menunjukkan jalan mencapai realitas-realitas ilmiah, karena Al Ghazalitelah merusak hubungan penting sebab akibat. Ia menolak adanya keajaiban-keajaiban yang menafikan diluar keajaiban karena keajaiban bukan sesuatu yang universal. Ia menyebut bahwa keajaiban Islam bukan terdapat pada hl-hal lain yang terdapat dalam Al Quran selain Quran itu sendiri. Ia menyatakan bahwa segalka sesuatu di dunia ini terjadi menrurut keteraturan sempurna yang dapat dipahami sebagai hokum sebab akibat. Hal ini membuat kita melihat dunia fisik sebagaimana dilihat oleh Ibnu Rusyd, dan begitulah hal itu dapat dikenali secara ilmiah. Dunia ini merupakan suatu rangkaian benda dan orang yang saling berkaitan dikarenakan adanya hubungan sebab akibat. Akhirnya setelah terjadi perdebatan panjang, Al Ghazali menerima tantangan itu dengan mengatakan : "Tidak ada keberatan bagiku untuk mengakui bahwa apapun mungkin bagi Tuhan" .


BAB III
PENUTUP



1. Kesimpulan
Dari pemikiran-pemikiran Ibnu Rusyd, diketahui bahwa ia adalah cenedkiwan muslim multi talenta (berkemampuan multi disiplin), baik bidang hokum fiqih, politik, filsafat, astronomi, kedokteran. Ia adalah seorang intelektual muslim yang patut dibanggakan dan dimanfaatkan pemikiran-pemikirannya. Dengan kecakapannya itu ia menjadi ilmuwan ternama, walaupun karya-karyanya banyak dipelajari dan dimanfaatkan oleh orang-orang Barat, karena memang ia lahir di Barat jika disbanding dengan intelektual- intelektual muslim lainnya yang lahir di Timur Tengah.
Ibnu Rusyd sangat mengharapkan perpaduan antara agama dan ilmu serta filsafat. Semua itu dimaksudkan sebagai jalan menuju kebaikan dan kesejahteraan umat manusia di dunia ini. Ia tidak melakukan dikotomi antara ketiganya, sebab satu sama lain saling mempengaruhi dan menguatkan. Sehingga tujuan Tuhan menciptakan manusia dan jun untuk beribadah itu benar-benar sesuai dengan kemauan Tuhan, karena hakekat dari semua itu terkuak dengan adanya filsafat dalam mencari kebenaran dan ilmu dalam melakukan rasionalisasi dan empirisasi metode yang digunakannya.
2 Saran
Penulis menyarankan agar penelitian tentang para ilmuwan muslim terus digalakkan, sebagaimana kaum orientalis pun menggalakkannya. Kita tidak boleh tertringgal dalam penyingkapan berbagai ilmu dan filsafat. Umat Islam disarankan lebih menggali khazanah intelektual muslim itu dan memahami pemikirannya dalam menyingkap misteri dibalik penciptaan alam semesta ini. Semua itu tidak akan berhasil jika ilmu dan pengetahuan dibungkam oleh setiap individu muslim itu sendiri.



DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, H Zainal Abidin. 1975. Riwayat Hidup Ibnu Rusyd (Averroes), Filosof Islam Terbesar di barat. Jakarta: Bulan Bintang
Arsyad, M Natsir. 1995. Ilmuwan Muslim sepanjang Sejarah. Bandung: Mizan.
Hozien, Muhammad. --. Tahafut al tahafut, sebuah e-text conversion dalam Bahasa Inggris.
Syarif, MM, 1998. Para Filosof Muslim. Bandung: Mizan